Pelaksanaan kebebasan pers yang secara mutlak tanpa batas ternyata justru menimbulkan permasaiahan yang mengganggu kebebasan manusia itu sendiri. Hal ini disebabkan dengan kebebasan yang dilaksanakan secara mutlak semakin menimbulkan terlanggarnya hak-hak orang lain dalam hidup bermasyarakat. Pers yang bebas mengungkap berita yang menyangkuthak kerahasiaan seseorang berarti melanggar hak-hak kodrati yang bersangkutan. Untuk mengantisipasi hai-hal tersebut maka pemerintah mengambil langkah langkah untuk mengendalikan agar kebebasan pers tidakdisalahgunakan. Upaya-upaya tersebut dengar bekerja sama dengan lembaga terkait rhengeiuarkan UU No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaar menyampaikan pendapatdi mukaumum, UU No. 24 tahun 1997 tentang penyiaran, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Dimana dalam Undang-Undang tersebut teiah dimuat tentang kode etik atau tatakrama pers yang baik, bebas dan bertanggung jawab. Selain itu upaya lain yang ditempuh adalah menegakkan ketentuan undang-undang hukum pidana yang berhubungan dengan sanksi terhadap pelanggaran kebebasan pers. Misalnya sanksi terhadap penyalahgunaan penyampaian informasi dan komunikasi sebagaimana termuat dalam KUHP, antara lain sebagai berikut:
Delik penghinaan presiden dan wakil presiden
Dalam Pasal 137 KUHP teiah dimuat sanksi terhadap penghinaan presiden dan wakil presiden
- Barang siapa menyiarkan, mempertontonkan, atau menempelkan tulisan atau gambar yang isinya menghina Presiden atau Wakil Presiden dengan niat supaya diketahui orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak dihukum selama-lamanya satu tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00
- Jika si tersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lewat dua tahun sesudah pemidanaannya yangdahuiu menjadi tetap karena kejahatan yang semacam maka ia dipecatdari jabatannya.
Pasal-pasal lain berkaitan dengan penghinaan terhadap. pejabat atau aparat pemerintahan, misalnya Pasal 144 tentang Penghinaan terhadap Raja atau Kepala Negara dari Negara Sahabat, Pasal 207 dan 208 tentang Penghinaan terhadap Aparat Pemerintah.
Delik penyebar kebencian (haatzsfi artikelen)
Delik ini dinyatakan dalam Pasal 154 KHUP:’’Barangsiapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap Kepala Pemerintahan Indonesia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00.”
Kemudian, pada Pasal 155 KUHPdisebutkan:” Barang siapa menyiarkan , mempertontonkan , atau menempelkan surat atau gambar yang isinya dengan maksud supaya isi surat atau gambar itu diketahui oleh orang banyak dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,00.”
Delik penghinaan agama
Penodaan atau penyebaran kebencian atau rasa permusuhan juga diatur dalam KUHP. Masalah penodaan terhadap agama diatur dalam Pasal 156 KHUP, yaitu berbunyi: “Dipidana dengan pidana selama- lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Delik Kesusilaan/pornografi
Pasal 282 KUHP memuat ketentuan 3 macam perbuatan yang diancam hukuman pidana ,yaitu
- secara terang-terangan menyiarkan,menempelkan,atau mempertontonkan tulisangambar, atau barang yang melanggar kesopanan.
- secara terang-terangan membuat,membawa keluar atau menyediakan tulisan,gambar atau barang yang melanggar kesopanan;
- secara terang-terangan menyiarkan, menunjukan, atau menawarkan dengan tidak diminta tulisan, gambar, atau barang yang melanggar kesopanan
Iklan yang menipu
Penyampaian informasi yang berupa berita, iklan layanan bagi kepentingan para pengusaha atau lembaga yang mencari keuntungan ekonomis juga dimuatdalam pers. Apabila cara penyampaian pada suatu media massa tidak sesuai dengan kode etikperiklanan, kemungkinan besar iklan itu merugikan masyarakat. Iklan yang dimuat pers Indonesia haruslah bersifat membangun yang bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat Indonesia, bebas dari cara-cara yang bersifat amoral atau asosial, serta sesuai dengan kepribadian dan sopan santun yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, perlu ditolak atau dibatalkan pemasangan iklan yang berikut:
- yang bersifat tidak jujur, menipu, menyesatkan, dan merugikan suatu pihak, baik moral m’aupun material atau kepentingan umum;
- yang dapat melanggar hukum, mengganggu ketentraman umum, atau yang dapat menyinggung rasa susila, yang bersifat pronografi atau vulgar;
- yang dapat merusak pergaulan masyarakat, yang dapat menimbulkanefekpsikoiogis yangmerusak kepribadian bangsa, serta dapat merusak nama baik dan martabatseseorang.
- Yang dapat merusak kepentingan nasional secara moral, metprialdan spiritual atau kepentingan lain yang berlawanan dengan asas Pancasila;
- Yang bertentangan dengan kode profesi golongan lain (dokter, penasehat hukum, dan sebagainya) demi menghormati kode etik profesi tersebut.
Demikian penjelasan yang bisa kami sampaikan tentang Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers Di Indonesia. Semoga postingan ini bermanfaat bagi pembaca dan bisa dijadikan sumber literatur untuk mengerjakan tugas. Sampai jumpa pada postingan selanjutnya.
Baca postingan selanjutnya:
- Kode Etik Jurnalistik Dan Pers Yang Bebas Dan Bertanggung Jawab
- Fungsi Pers Dalam Kehidupan Masyarakat Yang Demokratis
- Perkembangan Pers Di Indonesia Lengkap Dengan Pengertian, Dan Macam Macam Sistem Pers
- Sistem Pemerintahan Yang Berlaku Di Indonesia Menurut UUD 1945, Masa Orde Baru Dan Era Reformasi
- Sistem Pemerintahan UUD 1945 Dan Kelebihan Kelemahan Sistem Parlementer Presidensiil
- Sistem Pemerintahan 5 Juli 1959 – 11 Maret 1966 ( Orde Lama)
- Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 (17 Agustus 1950 -5 juli 1959)
- Sistem pemerintahan menurut Konstitusi RIS (27 Desember 1949 -17 Agustus 1950)
- Sistem Pemerintahan Menurut Undang-Undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)