Pengertian Gratifikasi – Apa itu gratifikasi dan contohnya? Agar lebih memahaminya, kali ini kita akan membahas tentang pengertian gratifikasi, undang-undang, jenis, subjek, cara pelaporan, contoh, perbedaan suap dan gratifikasi secara lengkap.
Baca Juga : Pengertian Korupsi
Pengertian Gratifikasi
Istilah Gratifikasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu gratikatie lalu diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi gratification yang berarti pemberian sesuatu/hadiah.
Pengertian gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas yang meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
Menurut Black’s Law Dictionary, gratifikasi adalah a voluntarily given reward or recompense for a service or benefit yang artinya sebuah pemberian yang diberikan atas diperolehnya suatu bantuan atau keuntungan.
Landasan Hukum Gratifikasi
Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 milliar rupiah.
Jenis-Jenis Gratifikasi
Berdasarkan UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasny. Jenis-jenis gratifikasi berdasarkan ketentuan yang wajib dilaporkan kepada KPK diantaranya yaitu:
- Yang nilainya Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
- Yang nilainya kurang dari Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Sedangkan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan KPK menurut Surat Edaran KPK B-1341 Tahun 2017 tentang Pedoman dan Batasan Gratifikasi ada 12 jenis, diantaranya yaitu:
- Jika pemberian gratifikasi itu disebabkan karena adanya hubungan keluarga, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan.
- Penerimaan dalam penyelenggaraan pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lain dengan nilai paling banyak Rp. 1.000.000.
- Pemberian yang terkait dengan musibah atau bencana dengan nilai paling banyak Rp. 1.000.000.
- Pemberian dari sesama pegawai pada acara pisah sambut, pensiun, promosi, dan ulang tahun dalam bentuk selain uang paling banyak senilai Rp. 300.000 dengan total pemberian Rp. 1.000.000 dalam satu tahun dari pemberi yang sama.
- Pemberian dari sesama rekan kerja dalam bentuk selain uang dengan nilai paling banyak Rp. 200.000 dengan total pemberian Rp. 1.000.000 dalam satu tahun dari pemberi yang sama.
- Pemberian hidangan atau sajian yang berlaku Umum.
- Pemberian atas prestasi akademis atau non akademis yang diikuti, dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang tidak terkait kedinasan.
Baca Juga : Pengertian Kolusi
- Penerimaan keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.
- Penerimaan manfaat bagi seluruh peserta koperasi atau organisasi pegawai berdasarkan keanggotaan yang berlaku umum.
- Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum.
- Penerimaan hadiah, beasiswa atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh Pemerintah atau pihak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Penerimaan yang diperoleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan, yang tidak terkait dengan tupoksi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan, dan tidak melanggar aturan atau kode etik internal instansi.
Subjek Gratifikasi
Berdasarkan Pasal 12B UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menjadi subjek tindak pidana gratifikasi, diantaranya yaitu:
Pegawai Negeri
Menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 31 Tahun 1999, Pengertian Pegawai Negeri yaitu:
- Pegawai negeri sebagaimana undang-undang tentang kepegawaian.
- Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah.
- Orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah.
- Orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari Negara atau masyarakat.
Penyelenggara Negara
Pasal 1 angka (1) UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang dimaksud dengan Penyelenggara Negara adalah pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa Penyelenggara Negara meliputi:
- Pejabat Negara pada Lembaga tertinggi Negara.
- Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara.
- Menteri.
- Gubernur.
- Hakim.
- Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Cara Pelaporan Gratifikasi
Tata cara pelaporan tindakan gratifikasi dan penentuan status gratifikasi diatur dalam Pasal 16 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, bahwa setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK.
Baca Juga : Pengertian Nepotisme
Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh KPK dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan Gratifikasi. Formulir tersebut sekurang-kurangnya memuat: nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi; jabatan karyawan; tempat dan waktu penerimaan gratifikasi; uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan nilai gratifikasi yang diterima.
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan Gratifikasi diterima, KPK wajib menetapkan status kepemilikan Gratifikasi disertai pertimbangannya.
Contoh Gratifikasi
Berikut ini contoh-contoh pemberian yang bisa dikategorikan sebagai gratifikasi yang sering terjadi diantaranya:
- Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma.
- Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.
- Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut.
- Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan.
- Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat.
- Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan.
- Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja.
- Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu.
Perbedaan Suap dan Gratifikasi
Pengaturan suap ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73); UU No. 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap; dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sedangkan pengaturan gratifikasi ada pada UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta diatur pula dalam UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi; dan juga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal Dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi.
Selain itu perbedaan antara suap dan gratifikasi dapat dilihat dari pengertian dan sanksinya.
Suap bisa berupa janji, sedangkan gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas dan bukan janji. Apabila dilihat pada ketentuan-ketentuan tersebut, dalam suap ada unsur “mengetahui atau patut dapat menduga” sehingga ada intensi atau maksud untuk mempengaruhi pejabat publik dalam kebijakan maupun keputusannya. Sedangkan gratifikasi, diartikan sebagai pemberian dalam arti luas, tapi gratifikasi bisa dianggap suap jika berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Sanksi untuk tindakan suap, diantaranya yaitu:
- UU 11/1980 “Pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980)”.
- KUHP: “pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah (Pasal 149)”
- UU Pemberantasan Tipikor “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor)”.
Baca Juga : Pengertian Transparansi Keuangan
Sedangkan sanksi tindakan gratifikasi yaitu:
- Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) (Pasal 12B ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor).
Demikian artikel pembahasan tentang pengertian gratifikasi, undang-undang, jenis, subjek, cara pelaporan, perbedaan suap dan gratifikasi secara lengkap. Semoga bermanfaat dan jangan lupa