Pengertian Wanprestasi, Bentuk, Syarat, Penyebab dan Akibat Wanprestasi Menurut Para Ahli Lengkap – Wanprestasi merupakan pelaksanaan kewajiban yang tidak dipenuhi atau ingkar janji atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur baik karena tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan maupun malah melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Secara bahasa, Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yaitu wanprestatie yang berarti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut.
Pengertian Wanprestasi Menurut Para Ahli
Harahap (1986)
Menurut Harahap, Wanprestasi adalah sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya bisa menuntut pembatalan perjanjian.
Muhammad (1982)
Menurut Muhammad, Wanprestasi adalah tidak memenuhi kewajiban yang harus ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-undang.
Prodjodikoro
Menurut Prodjodikoro (2000), wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.
Erawaty dan Badudu (1996)
Menurut Erawaty dan Badudu, Wanprestasi adalah pengingkaran terhadap suatu kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam perjanjian tersebut.
Saliman (2004)
Menurut Saliman, Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur.
Bentuk Wanprestasi
Menurut Satrio (1999), terdapat tiga bentuk wanprestasi, diantaranya yaitu:
- Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
- Memenuhi prestasi tapi tidak tepat waktunya. Jika prestasi debitur masih bisa diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi namun tidak tepat waktunya.
- Memenuhi prestasi tapi tidak sesuai atau keliru. Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, jika prestasi yang keliru tersebut tidak bisa diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Syarat Wanprestasi
Menurut Subekti, bentuk dan syarat tertentu hingga terpenuhinya wanprestasi, diantaranya yaitu:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
- Melakukan apa yang dijanjikannya, namun tidak sebagaimana dijanjikan.
- Melakukan apa yang dijanjikannya tapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Berikut syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh seorang Debitur sehingga dikatakan dalam keadaan wanprestasi, diantaranya yaitu:
Syarat materil, yaitu berupa:
a) Kesengajaan, yaitu suatu hal yang dilakukan seseorang dengan di kehendaki dan diketahui serta disadari pelaku sehingga menimbulkan kerugian pada pihak lain.
b) Kelalaian, yaitu suatu hal yang dilakukan dimana seseorang yang wajib berprestasi seharusnnya tahu atau patut menduga bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan menimbulkan kerugian.
Syarat formil, yaitu adanya peringatan atau somasi hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitur harus dinyatakan dahulu secara resmi, yakni dengan memperingatkan debitur, bahwa kreditor menghendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu yang pendek. Somasi yaitu teguran keras secara tertulis dari kreditor berupa akta kepada debitur, agar debitur harus berprestasi dan disertai dengan sanksi atau denda atau hukuman yang akan dijatuhkan atau diterapkan, jika debitur wanprestasi atau lalai.
Penyebab Terjadinya Wanprestasi
Berikut ini beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya wanprestasi, diantaranya yaitu:
Adanya Kelalaian Debitur (Nasabah)
Kerugian akibat kelalaian debitur tersebut bisa dipersalahkan kepada debitur apabila ada unsur kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan pada diri debitur yang bisa dipertanggungjawabkan kepadanya. Kelalaian yakni peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambilnya akan mengakibatkan kerugian.
Berhubungan dengan kelalaian debitur, perlu diketahui kewajiban-kewajiban yang dianggap lalai jika tidak dilaksanakan seorang debitur, diantaranya yaitu:
- Kewajiban untuk memberikan sesuatu yang telah dijanjikan.
- Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan.
- Kewajiban untuk tidak melaksanakan suatu perbuatan.
Karena Adanya Keadaan Memaksa (overmacht/force majure)
Keadaan memaksa yaitu keadaan tidak bisa dipenuhinya prestasi oleh pihak debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak bisa diketahui atau tidak bisa diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak bisa dipersalahkan karena keadaan memaksa tersebut timbul di luar kemauan dan kemampuan debitur.
Adapun unsur-unsur yang ada dalam keadaan memaksa tersebut diantaranya yaitu:
- Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
- Tidak bisa dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini bisa bersifat tetap atau sementara.
- Peristiwa tersebut tidak bisa diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik debitur maupun kreditur. Jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Akibat Hukum Wanprestasi
Akibat hukum atau sanksi yang diberikan kepada debitur karena melakukan wanprestasi diantaranya yaitu:
Kewajiban membayar ganti rugi
Ganti rugi yaitu membayar segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Untuk menuntut ganti rugi harus ada penagihan atau (somasi) terlebih dahulu, kecuali dalam peristiwa tertentu yang tidak membutuhkan adanya teguran.
Ketentuan mengenai ganti rugi diatur dalam pasal 1246 KUHP yang terdiri dari tiga macam, yaitu biaya, rugi dan bunga. Biaya yaitu segala pengeluaran atas pengongkosan yang nyata-nyata telah dikeluarkan kreditur sedangkan bunga yaitu segala kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau yang sudah diperhitungkan sebelumnya.
Ganti rugi tersebut harus dihitung berdasarkan nilai uang dan harus berbentuk uang. Jadi ganti rugi yang ditimbulkan adanya wanprestasi tersebut hanya boleh diperhitungkan berdasar sejumlah uang. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kesulitan dalam penilaian apabila harus diganti dengan cara lain.
Pembatalan perjanjian
Sebagai sanksi akibat kelalaian seorang debitur bisa berupa pembatalan perjanjian. Sanksi atau hukuman ini jika seseorang tidak bisa melihat sifat pembatalannya tersebut sebagai suatu hukuman dianggap debitur malahan merasa puas atas segala pembatalan tersebut karena ia merasa dibebaskan dari segala kewajiban untuk melakukan prestasi.
Menurut KUHP pasal 1266, syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang bertimbal balik, dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal tersebut persetujuan tidak batal demi hukum, namun pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan meski syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian. Apabila syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan hakim yaki leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana tapi tidak boleh lebih dari satu bulan.
Peralihan risiko
Akibat wanprestasi berupa peralihan risiko ini berlaku pada perjanjian yang objeknya suatu barang, seperti pada perjanjian pembiayaan leasing. Seperti yang terdapat pada pasal 1237 KUHP ayat 2 yang menyatakan‚ apabila orang berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat kelalaiannya kebendaan adalah atas tanggungannya.
Demikian artikel pembahasan tentang “Pengertian Wanprestasi, Bentuk, Syarat, Penyebab dan Akibat Wanprestasi Menurut Para Ahli Lengkap“, semoga bermanfaat.